
VATIKAN – Mata dunia tertuju pada Kota Vatikan pada Kamis (8/5/2025)” sore waktu setempat. Setelah para kardinal elektor memasuki Kapel Sistina untuk memulai konklaf tertutup, perhatian utama adalah pada cerobong asap yang menjadi penanda terpilih atau belumnya Paus baru. Sesuai tradisi, asap hitam mengepul dari cerobong, mengindikasikan bahwa pemungutan suara pertama belum menghasilkan seorang Paus baru.
Pemandangan asap hitam yang membumbung tinggi dari atap Kapel Sistina disambut dengan berbagai reaksi dari ribuan peziarah, jurnalis, dan warga yang berkumpul di Lapangan Santo Petrus. Suara gumaman dan bisikan kekecewaan terdengar di antara kerumunan, menandakan bahwa penantian akan pemimpin baru Gereja Katolik masih harus berlanjut.
Konklaf adalah pertemuan tertutup para kardinal di bawah usia 80 tahun dari seluruh dunia yang bertugas memilih Paus baru setelah wafat atau mengundurkan dirinya Paus sebelumnya. Proses ini berlangsung dengan sangat rahasia di dalam Kapel Sistina, sebuah bangunan bersejarah di dalam Istana Apostolik Vatikan yang terkenal dengan lukisan langit-langit karya Michelangelo.
Sistem pemilihan Paus melalui konklaf memiliki tradisi yang unik dan simbolis. Setelah setiap sesi pemungutan suara, surat suara dibakar. Jika tidak ada kandidat yang memperoleh mayoritas dua pertiga suara, maka ditambahkan bahan kimia khusus ke dalam pembakaran sehingga menghasilkan asap hitam (“fumata nera”). Asap hitam inilah yang menjadi sinyal bagi dunia luar bahwa belum ada Paus baru yang terpilih.
Sebaliknya, jika seorang kardinal berhasil meraih mayoritas dua pertiga suara, maka surat suara dibakar tanpa bahan kimia tambahan, menghasilkan asap putih (“fumata bianca”). Bersamaan dengan asap putih, lonceng Basilika Santo Petrus akan dibunyikan sebagai tanda sukacita dan pengumuman terpilihnya pemimpin baru bagi lebih dari satu miliar umat Katolik di seluruh dunia.
Munculnya asap hitam pada pemungutan suara pertama ini bukanlah hal yang mengejutkan bagi para pengamat Vatikan. Proses pemilihan Paus seringkali membutuhkan beberapa putaran pemungutan suara hingga tercapai konsensus di antara para kardinal elektor. Perbedaan pandangan dan preferensi di antara para kardinal dari berbagai latar belakang dan wilayah dapat memperpanjang proses pemilihan.
Selama konklaf berlangsung, para kardinal elektor dikarantina di dalam Vatikan. Mereka tidak diperbolehkan berkomunikasi dengan dunia luar melalui telepon, surat, internet, atau media lainnya. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa pemilihan berlangsung tanpa adanya tekanan atau pengaruh dari pihak luar.
Meskipun belum ada Paus baru yang terpilih pada pemungutan suara pertama, harapan masih membara di hati umat Katolik di seluruh dunia. Mereka terus berdoa agar Roh Kudus membimbing para kardinal dalam memilih pemimpin yang tepat untuk menavigasi Gereja Katolik di tengah tantangan zaman modern.
Para pengamat memperkirakan bahwa konklaf ini dapat berlangsung beberapa hari. Jumlah kardinal elektor yang hadir dan dinamika internal di antara mereka akan menjadi faktor penentu cepat atau lambatnya proses pemilihan. Dunia akan terus memantau cerobong asap Kapel Sistina dengan penuh harap, menantikan saat asap putih akhirnya mengepul sebagai pertanda terpilihnya Paus baru.
Tradisi asap hitam dan putih ini telah menjadi bagian ikonik dari proses pemilihan Paus selama berabad-abad. Ini adalah momen yang penuh dengan simbolisme dan harapan bagi umat Katolik, menandai transisi kepemimpinan tertinggi dalam Gereja Katolik.
Saat asap hitam terus mengepul, para peziarah dan warga yang berkumpul di Lapangan Santo Petrus tetap setia menanti. Mereka menyalakan lilin, berdoa, dan berbagi harapan akan terpilihnya seorang Paus yang akan membawa kedamaian, persatuan, dan semangat baru bagi Gereja Katolik di seluruh dunia. Penantian masih berlanjut, dan mata dunia akan terus tertuju pada Vatikan hingga asap putih akhirnya memberikan jawaban.